Di dalam Al-Qur’an ditemukan sekitar 30 kali Allah SWT menguraikan kisah Musa dan Fir’aun, suatu kisah yang tidak dikenal masyarakat ketika itu, kecuali melalui Kitab Perjanjian Lama. Tapi satu hal yang mencengangkan adalah Al-Qur’an telah mengungkap suatu perincian yang sama sekali tidak diungkap oleh satu kitab pun sebelumnya, bahkan tidak diketahui kecuali yang hidup pada masa terjadinya peristiwa tersebut, yaitu pada abad kedua belas SM atau sekitar 3.200 tahun yang lalu.
b. Berita tentang tenggelam dan selamatnya badan Fir’aun
Mari kita lihat sekelumit kisah Fir’aun yang diungkap oleh Al-Qur’an :
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ
وَجُنُودُهُ بَغْياً وَعَدْواً حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ
آمَنتُ أَنَّهُ لا إِلِـهَ إِلاَّ الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ
وَأَنَاْ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya :
090. Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu
mereka diikuti oleh Fir`aun dan bala tentaranya, karena hendak
menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir`aun itu telah hampir
tenggelam berkatalah dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan
Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang
yang berserah diri (kepada Allah)”. 091. Apakah sekarang (baru kamu
percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu
termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. 092. Maka pada hari ini
Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari
manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami. (QS. Yunus [10] : 90-92)
Yang perlu digarisbawahi dalam konteks pembicaraan ini adalah
firman-Nya yang berbunyi: “Hari ini kami selamatkan badanmu, agar engkau menjadi pelajaran bagi generasi yang datang sesudahmu.”
Memang orang mengetahui bahwa Fir’aun tenggelam di Laut Merah ketika
mengejar Nabi Musa dan kaumnya, dimana bukti akan hal ini diberikan
lebih lanjut oleh seorang arkeolog bernama Ron Wyatt pada akhir tahun
1988 silam yang mengklaim bahwa dirinya telah menemukan beberapa bangkai
roda kereta tempur kuno di dasar Laut Merah yang digunakan Firaun dan
bala tentaranya sewaktu mengejar Nabi Musa, tetapi menyangkut
keselamatan badannya dan dapat menjadi pelajaran bagi generasi
sesudahnya merupakan satu hal yang tidak diketahui siapapun pada masa
Nabi Muhammad bahkan tidak disinggung oleh Perjanjian Lama dan Baru.
Sekali lagi pada masa turunnya Al-Qur’an 14 abad yang lalu, tidak
seorang pun yang mengetahui dimana sebenarnya penguasa yang tenggelam
itu berada, dan bagaimana pula kesudahan yang dialaminya. Namun pada
1898, purbakalawan Loret, menemukan jenazah tokoh tersebut dalam bentuk
mumi di Wadi Al-Muluk (Lembah Para Raja) berada di daerah Thaba, Luxor,
di seberang Sungai Nil, Mesir. Kemudian 8 Juli 1907, Elliot Smith
membuka pembalut-pembalut mumi itu dan ternyata badan Fir’aun tersebut
masih dalam keadaan utuh. Kepala dan lehernya terbuka, bagian-bagian
badannya masih tertutup dengan kain dan kesemuanya diletakkan dalam satu
peti berkaca yang memungkinkan para pengunjung Museum Mesir melihatnya
dengan jelas. Sayang, pada sekitar tahun 1985, pemerintah Mesir menutup
kamar tempat penyimpanan mumi itu untuk umum, karena rupanya pengaruh
udara dari luar dan polusi yang disebabkan oleh mikro organisme telah
mempengaruhi keadaan mumi itu.
Gambar: Mumi Firaun |
Namun sebelumnya suatu hari di pertengahan tahun 1975, sebuah tawaran
dari pemerintah Prancis datang kepada pemerintah Mesir. Negara Eropa
tersebut menawarkan bantuan untuk meneliti, mempelajari, dan
menganalisis mumi Firaun. Tawaran tersebut disambut baik oleh Mesir.
Setelah mendapat restu dari pemerintah Mesir, mumi Firaun tersebut
kemudian digotong ke Prancis. Bahkan, pihak Prancis membuat pesta
penyambutan kedatangan mumi Firaun dengan pesta yang sangat meriah. Mumi
itu pun dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis, yang
selanjutnya dilakukan penelitian sekaligus mengungkap rahasia di
baliknya oleh para ilmuwan terkemuka dan para pakar dokter bedah dan
otopsi di Prancis. Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama
dalam penelitian mumi ini adalah Prof Dr Maurice Bucaille. Bucaille
adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di
Universitas Paris. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada
1945 sebagai ahli gastroenterology.
Setelah melakukan peneltian terhadap mumi tsb, ternyata hasil akhir
yang ia peroleh sangat mengejutkan! Sisa-sisa garam yang melekat pada
tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena
tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem
untuk segera dijadikan mumi agar awet. Namun penemuan tersebut masih
menyisakan sebuah pertanyaan dalam kepala sang professor: “Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad yang lain, padahal dia dikeluarkan dari laut?”
Prof. Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang
diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat
Firaun dari laut dan pengawetannya. Laporan akhirnya ini dia terbitkan
dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern, dengan judul
aslinya, Les momies des Pharaons et la midecine. Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes
(penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General
(Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.
Terkait dengan laporan akhir yang disusunnya, salah seorang di antara
rekannya membisikkan sesuatu di telinganya seraya berkata: ”Jangan tergesa-gesa karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini”.
Bucaille awalnya mengingkari kabar ini dengan keras sekaligus
menganggapnya mustahil. Menurutnya, pengungkapan rahasia seperti ini
tidak mungkin diketahui kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui
peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.
Hingga salah seorang di antara mereka berkata bahwa Alquran yang
diyakini umat Islam telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Firaun dan
kemudian diselamatkannya mayatnya. Ungkapan itu makin membingungkan
Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin
hal itu bisa terjadi? Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan tahun 1898
M, sementara Alquran telah ada ribuan tahun sebelumnya.
Ia duduk semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal
tersebut. Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang dibenaknya, bahwa
Alquran–kitab suci umat Islam–telah membicarakan kisah Firaun yang
jasadnya diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu. Sementara
itu, dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya
Firaun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan
tentang mayat Firaun. Bucaille pun makin bingung dan terus memikirkan
hal itu. Ia berkata pada dirinya sendiri. ”Apakah masuk akal mumi di
depanku ini adalah Firaun yang akan menangkap Musa? Apakah masuk akal,
Muhammad mengetahui hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum Alquran
diturunkan?”
Prof Bucaille tidak bisa tidur, dia meminta untuk didatangkan Kitab
Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan:
”Airpun kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan
seluruh tentara Firaun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka,
tidak tertinggal satu pun di antara mereka” (mereka mati semua termasuk Firaun)
[Kitab Keluaran 14:28]. Kemudian dia membandingkan dengan
Injil-Perjanjian Baru. Ternyata, kitab tsb juga tidak membicarakan
tentang diselamatkannya jasad Firaun dan masih tetap utuh. Karena itu,
ia semakin bingung.
Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis
mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan tetapi, tidak ada keputusan
yang menggembirakannya, tidak ada pikiran yang membuatnya tenang
semenjak ia mendapatkan temuan dan kabar dari rekannya tersebut, yakni
kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan
mayat tersebut. Dia pun memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan
otopsi dari kaum Muslimin.
Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya
dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa,
perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia
tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut. Maka,
berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka
mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang
artinya: ”Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu
dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan
sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan
Kami.” (QS Yunus: 92).
Ayat ini sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat
Alquran tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya
bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang yang
hadir seraya menyeru dengan lantang: ”Sungguh aku masuk Islam dan aku beriman dengan Alquran ini”.
Bersambung……
Klik : SUMBER
0 Response to "Bukti Kebenaran Al-Qur’an (2)"
Posting Komentar